Monday 27 May 2013

Ka-Ga-Nga dan Incung

Pas kemarin bikepackeran ke Kerinci, aku melihat sesuatu yang menarik untuk diperhatikan, yaitu tulisan tradisional atau aksara kerinci. Setelah bertanya sejenak, barulah aku ingat namanya yaitu "INCUNG". Bagiku menarik karena aksara Incung kerinci hampir mirip dengan aksara dari tanah kelahiranku Tanah Rejang, atau disebut dengan Aksara "KA-GA-NGA"

ASAL USUL AKSARA KAGANGA

Aksara Kaganga merupakan sebuah nama kumpulan beberapa aksara yang berkerabat di Sumatra sebelah selatan. Aksara-aksara yang termasuk kelompok ini adalah antara lain aksara Rejang, Lampung, Rencong dan lain-lain.
Nama kaganga ini merujuk pada ketiga aksara pertama dan mengingatkan kita kepada urutan aksara di India.
Istilah kaganga diciptakan oleh Mervyn A. Jaspan (1926-1975), antropolog di University of Hull (Inggris) dalam buku Folk literature of South Sumatra. Redjang Ka-Ga-Nga texts. Canberra, The Australian National University 1964. Istilah asli yang digunakan oleh masyarakat di Sumatra sebelah selatan adalah Surat Ulu.
Aksara Batak atau Surat Batak juga berkerabat dengan kelompok Surat Ulu akan tetapi urutannya berbeda. Diperkirakan zaman dahulu di seluruh pulau Sumatra dari Aceh di ujung utara sampai Lampung di ujung selatan, menggunakan aksara yang berkerabat dengan kelompok aksara Kaganga (Surat Ulu) ini. Tetapi di Aceh dan di daerah Sumatera Tengah (Minangkabau dan Riau), yang dipergunakan sejak lama adalah huruf Jawi.
Perbedaan utama antara aksara Surat Ulu dengan aksara Jawa ialah bahwa aksara Surat Ulu tidak memiliki pasangan sehingga jauh lebih sederhana daripada aksara Jawa, dan sangat mudah untuk dipelajari .
Aksara Surat Ulu diperkirakan berkembang dari aksara Pallawa dan aksara Kawi yang digunakan oleh kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Aksara_Kaganga

ASAL USUL AKSARA INCUNG

Suku kerinci dikenal sebagai salahsatu suku tertua yang mendiami Pulau Sumatera. Oleh karena itu Suku Kerinci memiliki peradaban dan kebudayaan sejak dulu  yang menyebabkan suku ini memiliki berbagai kekhasan budaya. Salah satunya adalah penggunaan bahasa Kerinci. Meskipun masih tergolong ke dalam rumpun bahasa Melayu, bahasa kerinci diperkirakan telah hidup lebih tua karena telah ada sebelum pengaruh Arab masuk dan mempengaruhi kebidayaan Melayu. Ini dibuktikan dengan ditemukannnya beberapa naskah kuno yang ditulis  dengan Bahasa Kerinci Kuno. Tulisan ini dikenal dengan Aksara  Incung, tulisan ini sudah digunakan oleh masyarakat Suku Kerinci sejak berabad-abad yang lalu. Penggunaan tulisan ini juga menyebar ke wilayah lampung dan rejang.
Aksara Incung mulai dipergunakan secara luas mungkin pada abad ke-4 Masehi. Pada awalanya, Aksara incung ditulis dengan sejenis benda runcing yang guratannya mirip dengan tulisan paku aksara babilonia kuno. Bentuk grafis aksara Incung didientifikasi hampir mirip dengan aksara daerah Sumatera lainnya seperti Batak, Rejang, dan Lampung. Walaupun begitu banyak juga ditemui perbedaan yang mendasar sehingga aksara ini tidak bisa dikatakan sama dengan aksara-aksara yang dipakai oleh suku lain. Kesamaan yang terjadi dimungkinkan karena mereka scara geografis mendiami wilayah pulau sumatera lalu seiring dengan perkemabangan, aksara tersebut mengalami corak khas yang menyesuaikan dengan kondisi dan pusat induk kultur suku-suku tersebut.  Hasil penelitian mencatat terdapat 271 naskah kuno di bumi Kerinci dan 158 di antaranya ditulis dengan aksara incung yang diabadikan di berbagai media seperti di tanduk, ruas buluh, tulang, kulit kayu dan tapak gajah. Hanya saja, pada naskah tersebut tidak ditemukan petunjuk angka untuk bilangan. Bisa disimpulkan bahwa aksara Incung tidak mengenal aksara bilangan atau angka sehingga menyebabkan tidak didapati penanggalan maupun tanggal penulisannya.
Lahirnya aksara Incung pada Masyarakat Kerinci Kuno bisa jadi didasari oleh pemikiran  akan pentingnya pendokumentasian berbagai peristiwa kehidupan, kemasyarakatan dan sejarah melalui karya tulis. Bukti-bukti sejarah aksara Incung ini terdapat pada naskah-naskah kuno Kerinci. Ada dari naskah-naskah tersebut terdapat pendahuluan kata-kata berbunyi Basamilah Mujur Batuwah Jari Tangan Aku Mangarang Surat Incung Jawa Palimbang pada Bambu dua ruas tulisan Incung pusaka Depati Satio Mandaro di Desa Dusun Dilir Rawang dan Ah Basamilah Akung Mangarang Parapatah Surat Incung Jawa Palimbang pada Bambu dua ruas tulisan Incung pusaka Rajo Sulah Desa Siulak Mukai.
Dalam perkembangannya, masuknya pengaruh agama Islam ke Nusantara yang juga masuk ke wilayah Kerinci mengakibatkan penulisan naskah-naskah beralih ke aksara Arab  dan bahasa Melayu. Pengaruh islam dalam karya sastra dapat dilihat pada cerita tentang Nabi Adam, Nabi Muhammad SAW, cerita tentang ajaran dan kepercayaan Islam serta cerita mistik dan tasauf. Walaupun begitu, masuknya pengaruh Islam tidak mengahpuskan atau mengabaikna keberadaan aksara Incung tetapi menulis naskah-naskah Incung dengan memasukkan unsur-unsur ajaran Islam atau memperkaya karya sastra Incung dengan nuansa Islam.
Walaupun masyarakat kerinci masih tergolong rumpun bangsa Melayu baik secara kesukuan ataupun kebahasaan. Akan tetapi, sebagai Suku yang memiliki kebudayaan dari peradaban tua melayu, bahasa kerinci dan aksara Incung jelas berbeda dengan bahasa Melayu pada umumnya. Hal ini sesuai dengan latar belakang bahwa induk suku Kerinci berasal dari Proto Melayu sehingga proses perjalanan sejarah orang Kerinci baik pemakaian aksara maupun fonetis bahasanya banyak mendapat pengaruh lingkungan alam dan budaya lokal Kerinci. Karena itulah, kebudayaan local Kerinci yang hamper terlupakan ini harus memperoleh perhatian khusus agar tidak punah.
Sumber : http://wacananusantara.org/aksara-incung-peradaban-tua-kerinci-jambi/

 BENTUK HURUF KAGANGA DAN INCUNG

Aksara Kaganga Rejang

Aksara Incung di tempat wisata alam Bukit Khayangan

Aksara Incung di Kantor Pajak Sungan Penuh
huruf kaganga di salah satu nama jalan di curup


Sayangnya setelah mendengar dan melihat secara langsung di daerah Kerinci dan daerah kelahiranku sendiri, Tanah Rejang, kedua aksara ini mempunyai nasib yang hampir sama, yaitu sama-sama hampir punah. Aku ingat dulu ketika Sekolah Dasar saja yang mempelajari budaya Rejang dalam mata pelajaran Muatan Lokal. Sayang sekali jika kedua aset budaya lokal Indonesia ini punah, karena menurutku ada keunikan tersendiri pada tulisan-tulisan Incung dan Kaganga Rejang itu sendiri.

Apalagi di Tanah Rejang, aku belum menemukan kantor-kantor atau tempat wisata yang masih ada tulisan Kaganga nya seperti foto tempat wisata Bukit Khayangan dan kantor pajak di Sungai Penuh.

Semoga bermanfaat

No comments: