Tuesday 7 January 2014

KAYUH SERUMPUN (HARI I - V)

Kayuh serumpun merupakan kegiatan bersepeda, berwisata, belajar, dan mencari pengalaman. Kayuh serumpun rencananya akan melewati 3 propinsi di indonesia dan 3 negara tetangga yaitu Indonesia, Malaysia, dan Singapura.

PERSIAPAN

Sebenarnya bisa dikatakan saya tidak memiliki persiapan untuk turing kali ini dan mendadak lagi, alasannya karena awalnya ingin mengajukan permohonan sponsor dan akhirnya batal karena KTP yg dibutuhkan untuk pembuatan Passport hilang, dan ketemu lagi setelah seminggu sebelum keberangkatan.


Beberapa hal yang saya persiapkan untuk dibawa selama perjalanan diantaranya :
peralatan tidur

peralatan masak

peralatan elektronik

panniers

peralatan sepeda

perawatan tubuh


Dan ada beberapa peralatan dan kelengkapan lainnya yang belum termasuk ke dalam ini.


HARI I (Selasa, 07 Januari 2014)

Hari pertama ini merupakan hari terberat sepanjang perjalanan kayuh serumpun, karena telah dilihat terlebih dahulu dari beberapa situs pemetaan bahwa rute terberat adalah pada hari pertama ini. Bermula dari elevasi 0 mdpl menuju elevasi 1100 mdpl tertinggi.

Rute hari ini sejauh kurang lebih 90 km, yaitu Padang menuju Bukittinggi. Tak banyak yang tercatat dan menarik pada hari ini, karena sudah terbiasa dengan rute ini.
Jalan menuju padang panjang setelah Lembah Anai

Oh ya, pada hari ini sampai ke Bukittinggi saya ditemani Srikandi Aceh-Padang asal Sumatera Barat yang bernama Rima. Sehingga besok ia akan menemani perjalanan saya sampai ke Payakumbuh.


HARI II (Rabu, 08 Januari 2014)

 hari ini bergerak dari Bukittinggi menuju Payakumbuh dan berakhir di Pangkalan. Jarak yang ditempuh sejauh 88 km. Banyak pelajaran berharga hari ini yang didapat. Nasehat-nasehat dari orang-orang yang ditemui di pinggir jalan menjadi pengalaman yang sangat berharga.

Nasehat pertama datang dari seorang bapak di kedai kopi di Payakumbuh. Bapak itu berkata "Jan lupo nan saketek tu kalau nio iduik sanang. Jan lupokan!". "Jangan lypakan yang sedikit kalau mau hidup senang dimanapun. Jangan lupakan!".

Maksud nasehat itu adalah pelajari tata cara dan budaya orang di daerah yang kita lalui. Semuanya, paling tidak bahasanya. "Kalau ang bisa bahaso urang tu saketek, dima se ang insyaallah dapek kemudahan. Ambo sobok jo urang Bengkulu ambo pakai bahaso Bengkulu. Ambo sobok jo urang aceh ambo pakai bahaso Aceh'"

"Kalau kamu bisa berbicara bahasa orang itu walaupun sedikit, dimanapun kamu insyaallah akan dapat kemudahan. Saya bertemu dengan orang Bengkulu saya pakai Bahasa Bengkulu. Saya bertemu dengan orang aceh saya ngomong bahasa Aceh." Jangan lupakan yang sedikit pesan bapak itu kepadaku.

Pesan yang kedua datang dari penjaga warung. Ia berkata dimanapun jangan tinggalkan shalat, karena shalat itulah benteng dari segala hal yang buruk. Ia berkata demikian karena bernjak dari pengalaman ia dulu selama di "dunia hitam."

"Menebar Angin, Menuai Badai"
"Menebar Benih, Menuai Padi"

"Apa yang kita perbuat, semua akibatnya kepada kita sendiri. Baik yang kita buat di awal, baik pula hasil yang akan kita halikan di akhir. Buruk yang kita buat di awal, akibatnya kita yang tanggung sendiri", Pesan Bang Hendra kedai depan rumah makan Terang Bulan sebelum kelok sembilan. Pesan yang bermakna dan begitu dalam.
JEmbatan Kelok Sembilan

HARI III (Kamis, 09 Januari 2014)

Kesabaran dan kekuatan hati untuk menaklukkan semua bentuk jalanan sepanjang 140 km dari Pangkalan hingga ke Pekanbaru ini. Habis sudah waktu tiga hari ditempuh untuk melibas habis jalanan dari Padang ke Pekanbaru yang berjarak kira-kira 320 km dari kota Padang.

Perbatasan Sumatera Barat dan Riau


Pekanbaru aku di tampung oleh Umar Sang Petualang yang merupakan anggota jauh dari Padang Mt. Bike. Di rumah Umar ini aku merasakan kembali suasana Pondok Pesantren sekitar 6 atau 7 tahun lalu. Sepertinya aku sedikit 'culture shock' karena sudah lama tidak merasakan susana seperti itu lagi. Hidup diantara orang-orang berjubah dan berjilbab panjang, orang-orang yang memiliki janggut panjang dan celana di atas mata kaki. Suasana yang terasa sedikit aneh tapi akusudah merasakan lama hidup diantara orang-orang seperti itu dulu. Bahkan akupun memakai pakaian dan gaya hidup yang sama. Tapi kali ini aku sudah terlalu bebas dan terlalu jauh dari agama sehingga merasa menjadi orang aneh diantara mereka. Aku hanya bersikap biasa saja.

HARI IV (Jumat, 10 Januari 2014)

Kemarin aku berencana untuk lanjut setelah jumat, dengan alasan karena hari sebelumnya aku sudah lumayan berat harus mengayuh 140 km dengan tenaga ekstra. Tapi karena ingat sesuatu, pukul 09.00 aku berangkat meninggalkan rumah Umar bergerak menuju siak. Berbekal GPS android aku berjalan digiring menuju pusat kota Pekanbaru dan berfoto disana, di kilometer nol kota Pekanbaru.

Kayuhan hari ini tak begitu jauh. Hanya sejauh 60 km saja, tapi dengan trek yang lumayan berat. Karena melewati kebun sawit yang tak ada orang dan sangat sepi. Sepanjang 7 km jalan rusak di tengah kebun sawit yang sebelumnya aku tak tahu dimana ujungnya.

jalan rusak di tengah kebun sawit

ku terguling diantara ribuat pohon sawit

rumah makan yang pernah disinggahi pak aminin peturing ontel indonesia


Akhirnya perjalanan aku akhiri di sebuah rumah makan di simpang Bakal. Entah dimana posisinya kalau di lihat di googlemap. Akupun tak tahu pasti dimana.


HARI V (Sabtu, 11 Januari 2014)

 Bergerak dari rumah makan sekitar pukul 07.30 setelah sarapan pagi dengan semangkuk queaker oat dan segelas teh hangat. Hari ini bagiku adalah hari paling membosankan sepanjang kayuh serumpun, dikarenakan hari ini untuk pertama kalinya aku mengetahui dan melihat dengan mata kepalaku sendiri jalan lurus datar yang hampir tak berujung yang pernah ada dan aku lihat seumur hidupku. Awalnya jalanan menyenangkan walaupun banyak yang lurus, tetapi ada sedikit variasi dalam bentuk roling-roling, atau kawan-kawan malaysia bilang jalan dragon back. Anginpun juga mendukung karena speed sepeda full pannier yang ku kayuh sanggup melebihi 35 km/jam dan sesekali sampai 30 km/jam di tanjakan dragon back.

Kebosanan ini muncul di kilometer 18 sebelum masuk ke siak. Saat itu suasana panas dan berangin kuat, dan jalan sepanjang 18 km itu ternyata lurus tanpa ada seikitpun tikungan dan datar. Aku lihat di ujung jalan hanya fatamorgana bagai tak berujung di tengah terik matahari ini.

angin kencang sepanjang perjalanan menuju siak

jalan lurus tak berujung sepanjang 18 km

jembatan siak

istana siak

Sepeda terus ku kayuh walaupun dengan angin menahan kecepatan antara 14-16 km/jam. Beruntung handlebar telah ku ganti menjadi dropbar, sehingga ada variasi pegangan. Di tengah angin kencang aku hanya mampu mengayuh 17 km/jam dengan power maksimal. Sangat melelahkan. Bukan fisik saja, tapi mental juga. Aku seperti orag gila di atas sepeda. Sempat terlintas di fikiran andai saja ada automatic handle atau supir otomatis pada pesawat, maka akan ku aktifkan modul ini dan aku biarkan kaki terus mengayuh dengan mata terpejam. Ada juga sesekali aku pejamkan mata saat mengayuh beberapa detik dan kubiarkan sepeda terus berjalan dan tetap saja sepeda berjalan lurus. Hahahaha...
Aku gila dalam fikiranku..

Hari ini finish di kilometer 154 sebelum dumai. Total kayuhan hari ke lima ini sejauh 118.82 km dengan rata-rata kecepatan 20,0 km/jam.

Tak cukup dengan cobaan siang hari saja. Malam pun aku dapat cobaan dan harus bersabar lagi. Pukul 18.30 saat azan maghrib berkumandang aku berhenti mengayuh dan makan di sebuag rumah makan kecil yang aku tak tahu nama daerahnya dimana. Ketika makan, beberapa orang turun dari bus dan langsung menyerbu rumah makan. Baru aku ketahui bahwa mereka adalah pekerja pada sebuah tambang yang aku juga tak tahu namanya.

Niat dari awal aku ingin numpang istirahat di rumah makan ini, tapi melihat begitu banyak orang, dan beberapa orang yang telah makan melanjutkan ritual main domino, tentu ini membuatnku kurang nyaman, karena bagaimanapun aku harus waspada dengan siapapun, jadi ku fikir ini bukan tempat yang tepat untuk menumpang beristirahat.

Aku keluar dan mendorong sepeda ke sebuah warung yang cukup besar untuk daerah itu. Rencana awal ingin numpang istirahat disana, karena aku melihat ada bangku panjang di depan warung, dan ada halaman kecil yang bisa aku berdirikan tenda. setelah sampai di sana seseorang bertanya dari mana hendak kemana. Belum sempat aku mengutarakan maksud untuk numpang bermalam, orang itu langsung menyuruhku pergi ke ketua RT untuk minta izin dan menumpang istirahat disana. Ia menunjukkan arah ke tempat pak RT. Aku fikir dalam hati betapa ribetnya untuk numpang tidur saja. Tapi tak apalah asal bisa istirahat sukup malam ini, karena esok aku harus menempuh jarak kurang lebih 150 km untuk menuju dumai. Jarak yang Jauh.

Aku langsung bergerak menuju arah yang ditunjukkan. Tapi alangkah kagetnya aku ketika aku masuk hanya terlihat pohon sawit dan beberapa rumah saja. Suasana gelap dan rumah yang ditunjuk aku tak bisa melihatnya walaupun sudah diterangi lampu. Aku keluar dan berbalik arah ingin kembali lagi ke warung. Tapi aku urungkan. Ada sebuah warung lain dan akupun kesana.

Aku masuk dan semua mata langsung tertuju kepada ku. Semua orang disana sedang main koa. Melihat itu aku langsung berfikir aku tak bisa tidur disana. Mau balik arah tapi aku sudah masuk dan semua orang langsung melihatku. Aku langsung mengutarakan maksud untuk numpang istirahat disana, tapi semua orang cuek tak memperdulikanku. Kecuali satu orang. Ia juga perantauan dari sumatera barat. Ia memesankan segelas teh dan bertanya kepada ku. Setelah kuutarakan maksud hati hendak menumpang, ia menyuruhku menunggu sampai yang punya warung kembali. Aku sampe tertidur di kursi menunggu si pemilik warung datang. Satu jam setengah tanpa kabar yang jelas. Sudah pukul 9 malam sekarang. sedangkan aku harus istirahat malam ini.

Pukul 9.30 si pemilik datang. Tampang seperti koboi. Rambut sedikit panjang dan selalu tersisir rapi. Celana Jeans dan kumis tebal. Kacamata warna gelap. Padahal sekarang malam. Aku menghampiri dia dan bertanya dalam bahasa minang ingin numpang istirahat disana.

Permintaanku di tolak wlaupun ia punya halaman luas dan aku punya tenda untuk tidur disana. Tanpa alasan yang jelas ia menolak dan menawarkan aku ikut dengannya ke pasar minggu dan tidur disana. Langsung saja aku tolak. Dari pada tidak tidur. Namarnya saja pasar. Orang ramai dan aku harus tidur nyenyak. bukan dengan harus terjaga setiap saat memperhatikan barang-barang yang aku bawa. Aku tolak dan ia seperti sedikti kesal. Ya sudah aku pergi dari sana.

Pukul 10 malam aku masih tidak jelas mau tidur dimana. Ingin rasanya ku kayuh sepeda sampai mana saja dan tidur di bawah pohon sawit saja. Tapi aku berjuang kembali ke rumah makan tadi untuk numpang tidur. Sampai disana aku langsung saja bertanya ke orang yang disana, dan mentah-mentah ia jawab tidak bisa. Kamu harus izin sama yang punya warung. Aku tak tahu yang punya warung sudah tidur atau belum. Ada sebuah pondok kecil di luar disana aku ingin numpang tidur dan ditolak.

Beberapa orang yang sedang main domino tadi salah seorang bertanya kepadaku. Aku mengutarakan lagi keinginanku ingin numpang tidur, sambil menceritakan perjalananku dan kenapa aku tiba disini. Ia mengizinkan aku untuk tidur dengan para pekerja tambang. Sedikit perkataan dia yang tak enak, "Kalau mau tidur silahkan, tapi jangan macam-macam". Emang aku apaan mau macam-macam..

tapi tak apa yang penting aku bisa tidur malam ini. Pukul 11 malam lewat aku baru bisa tidur setelah semua barang-barangku ku masukkan ke dalam rumah. Alhamdulillah...

Sore ini tak mandi. Jangankan mau mandi, tidurpun susah. Tapi semua sudah direncanakan oleh Yang Di Atas. Semua memiliki hikmah yang dalam. Sebuah pengalaman yang tak terlupakan...

pemandangan matahari terbenam di pinggir jalan yang tak tahu namanya