Thursday, 24 October 2013

BERBEDA ITU INDAH (ciek)

Selama ini memang sering jika kita merencanakan sebuah perjalanan wisata yaitu ke tempat-tempat yang terkenal dan sering dikunjungi orang. Misalkan di daerah Provinsi Sumatera Barat yang paling terkenal yaitu Jam Gadang di Bukittinggi, Rumah Gadang Istana Pagaruyung di Batu Sangkar Kabupaten Tanah Datar, Danau Maninjau dan Kelok 44 (Ampek Puluah Ampek) di Kabupaten Agam, dan berbagai tempat terkenal lainnya di Sumatera Barat.

Dalam kenyataannya bukan hanya tempat-tempat yang telah populer itu saja yang bisa menjadi hal yang menarik ketika melakukan destinasi berwisata. Bisa jadi daerah-daerah yang namanya asing dan tidak terkenalpun bisa menjadi sesuatu yang lebih menarik ketika kita melakukan sebuah destinasi wisata.

Berawal dari pemikiran liar saya yang suka nyeleneh dan berbuat aneh dan berbeda dari kebanyakan orang lakukan, misalkan saja jika orang suka ketika berwisata dengan cara yang praktis dengan berkendara, tinggal duduk dan tidur di dalam kendaraannya yang kemudian bangun dan sampai di destinasi wisatanya, maka saya lebih suka untuk bersusah payah mencapai daerah tujuan dengan mengayuh sepeda puluhan dan ratusan kilometer.

Bagi saya dengan bersepeda seperti ini akan terlihatlah kenyataan bagaimana penduduk di negeri Indonesia yang kita cintai ini. Mengapa demikian? Ini karena bersepeda hanya saya lakukan pada siang hari saat hampir semua manusia beraktifitas dan sibuk dengan kegiatannya masing-masing, dan di sanalah terlihat bagaimana realita yang sesungguhnya terjadi di negeri ini.

Seperti biasa, sejak tahun 2011 lalu kegiatan turing bersepeda selalu mengisi hari-hari libur saya. Kalender yang terpampang di kamar selalu tertandai di tanggal merahnya yang tentu saja telah terjadwalkan untuk turing bersepeda. Dan lebaran haji atau Idul Adha yang jatuh pada tanggal 15 Oktober tahun ini telah menjadi catatan tersendiri saya untuk melakukan perjalanan turing.

Setelah pembukaan bersepeda keliling Sumatera Barat tahun 2010 lalu, saya bertekad untuk melakukan kegiatan bersepeda memang berkeliling Sumatera Barat. Dan Alhamdulillah Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Yang Maha memiliki Kekuatan, hingga tahun ini hanya Kabupaten Pasaman Barat yang belum terjejakkan oleh ban sepeda saya.

Awalnya memang telah tersusun rencana bahwa untuk mengisi libur Idul Adha tahun ini saya akan melakukan turing sepeda dari Padang Sumatera Barat ke Pekan Baru Riau. Tetapi kenyataannya semua itu hanya rencana yang tak terwujudkan dikarenakan keterbatasan saya. Dana yang telah dipersiapkan sebelumnya terpakai untuk melengkapi kebutuhan perkuliahan saya. Dan akhirnya saya hanya bisa mengurungkan niat untuk turing ke Pekan Baru. Sebuah status di Facebook saya tuliskan menyatakan bahwa lebaran Haji tahun ini saya tidak kemana-mana dikarenakan dana. Dan saya hanya membayangkan lebaran kali ini hanya menjamur di kamar kecil 3x3 meter ini saja.

Tak di duga sore harinya sebuah pesan di facebook saya terima dari salah satu teman yang baru saya kenal satu bulan yang lalu ketika saya bergabung dalam kegiatan KOMPAS yaitu JSSP (Jelajah Sepeda Sabang Padang). Pesan itu berisikan permintaannya untuk menginfus sedikit ke rekening ATM untuk perjalanan turing saya. Dan Alhamdulillah lebih dari Cukup infus dana yang disuntikkan ke ATM saya sebagai modal untuk melakukan turing sepeda.

Menjadi sebuah amanah bagi saya jika tidak menggunakan infus yang disuntikkan ini untuk turing. Awalnya saya berencana ingin ke Bukittinggi lagi. Saya fikir Bukittinggi lagi,Bukittinggi lagi dan lagi lagi Bukittinggi. Bukannya bosan atau tidak suka dengan Kota Wisata nan Rancak Bana itu. Tetapi jika ke Bukittinggi lagi dan lagi hanya itu dan itu saja yang saya lihat. Jam Gadang yang hanya diam ditempatnya berdiri. Sejak saya kecil sudah sering di bawa jalan-jalan ke Jam Gadang bersama Nenek dan Almarhum Angku (Kakek) saya. Ngarai sianok seperti bumi terbelah yang dari dulu seperti itu saja. Maka saya berfikir saya harus mencari destinasi lain. Setelah fikiran berkecamuk mencari destinasi terbaik, maka diambil keputusan yaitu ke Lintau, yaitu sebuah daerah yang terletak diantara Batu Sangkar dan Payakumbuh, dan juga merupakan kampung halaman dari Seseorang yang telah menyuntikkan cairan energi ke ATM saya.

Memang bukan tepat di hari Raya atau sebelum hari raya seperti yang biasanya saya lakukan. Saya berangkat tanggal 18 Oktober, 3 hari setelah hari Raya Idul Adha. Tujuan istirahat malam ini adalah di Batu Sangkar. Pagi jam 8 pagi saya berangkat dari kos-kosan. Meninggalkan kota Padang menuju Batu Sangkar melewati jalur utama Padang-Padang Panjang. Seperti biasa pemandangan yang sudah saya hafal di dalam kepala ini, dan selalu saya ingat. Jalan datar dominan dan sedikit tanjakan semi flat sampai daerah Sicincin, yaitu sekitar 40 km dari Kota Padang. Setelah itu jalan akan terus menanjak sampai ke Padang Panjang. Dimulai dengan tanjakan semi flat sampai yang lumayan lah untuk menguras tenaga dan membuat roda sepeda bergulir tidak lebih dari kecepatan 8 km/jam, bahkan rata-rata saat tanjakan yaitu hanya 4 atau 5 km/jam saja. Tanjakan semi flat berkisar antara jarak 10 km dari Sicincin sampai ke Kandang Ampek dekat tempat wisata Air Terjun Lembah Anai. Selebihnya sampai ke Padang Panjang hanya tajakan menguras tenaga.

Yang perlu diperhatikan ketika melewati jalur ini adalah mobil-mobil travel Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) yang seperti tak tahun aturan di jalan. Memotong seenaknya saja, sangat mepet. Jalanan Padat dan sempit. Kalau di lihat hanya cocok untuk dua kendaraan mobil yang berlawanan arah saja. Kalau ada satu saja mobil yang parkir di pinggir jalan, maka macetlah jalan di belakang mobil itu berhenti. Travel-travel ini keseringan berhenti semaunya saja. Naik dan menurunkan penumpang terserah dimana maunya dan keseringan jika berhenti untuk menaikkan dan menurunkan penumpang posisi mobil tidak terlalu minggir dan selalu waspada mereka sering mendahului jalan kemudian mendadak berhenti untuk naik dan menurunkan penumpang. Sangat berbahaya.

Sebaiknya jika dari Padang menuju Padang Panjang tetaplah berada pada jalur dan selalu berkonsentrasi. Cuaca lumayan panas dan banyak asap kendaraan diesel serta debu berterbangan.

Jarak dari Padang Panjang ke Batu Sangkar hanya 30 km. Kondisi jalan relatif agak nyaman dibandingkan jalur dari Padang ke Padang Panjang. Memang banyak bus AKAP yang lewat, tapi lalu lintasnya tidak separah Padang-Padang Panjang.

Peta Padang - Batu Sangkar

Elevasi dan perhitungan jarak Padang-Batu Sangkar

Beberapa foto yang saya dapatkan selama perjalanan hari pertama ini, Padang - Batu Sangkar :

foto sebelum berangkat di depan kos-kosan

Mobil Daihatsu Honda 150 cc penjual Sanwich dan roti bakar

lagi buat sanwich pesanan saya

Air Terjun Lembah anai dari kejauhan

Simpang tiga kubu karambia

tanjakan kubu karambia menuju batu Sangkar

Pemandangan sebelum hujan sebelum masuk Batu Sangkar

Yang menarik bagi saya pada perjalanan hari pertama Jum'at 18 Oktober ini adalah kreatifitas itu memang tak terbatas. Saya takjub melihat pedagang sandwich yang menyulap motor Honda GL 150 cc nya menjadi seperti sebuah mobil yang digunakan untuk berjualan Sanwich dan Roti bakar keliling. Lumayan jauh rute jualannya. Saya tanyakan rumahnya di Lubuk Buaya, hanya sekitar 7 km dai kos-kosan saya. Tujuan jualannya adalah Lubuk Alung, yaitu daerah persimpangan antara ke Padang Panjang dan ke Pariaman. Dari kosan saya sekitar 20 km, berarti dari Lubuk Buaya sekitar 13 km. Jarak yang lumayan jauh kalau saya hitung untuk berjualan. Sepotong sandwich dihargai 5000 rupiah. Harga yang sama dengan penjual sandwich lainnya yang hanya mangkal di kampus. Tak terbayang oleh saya di tengah tingginya harga BBM saat ini, ia berjualan keliling dengan harga 5000 rupiah per potongnya.

Tapi memang yang menarik perhatian saya adalah kreatifitasnya menyulap motor roda dua menjadi mobil roda empat yang ia gunakan untuk berjualan keliling. Semoga Tuhan melapangkan Rezekinya. Amiiiin Ya Rabbal 'Alamiiiinnn...